criminalnews.net- Hong Kong, 12 Juni 2022, Maryanti Ketua Umum KMTH(Komunitas Masyarakat Tanggap Hukum), Saat di Wawancarai oleh salah seorang awak media criminalnews.net/ Panca lewat by phone, menyampaikan Pernyataan sikap oleh JBMI atas terbitnya peraturan BP2MI terkait Penghapusan surat ijin wali. Ketua Umum KMTH yang juga merupakan bagian dari JBMI menegaskan, Surat Wali Untuk Perpanjangan Kontrak Resmi Dihapuskan Tapi BPJS-TKI Masih Diwajibkan Berkat aksi beruntun yang dilancarkan Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) dan berbagai organisasi PMI dan Keluarganya serta para pendukungnya, akhirnya Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ( BP2MI) menghapus surat ijin keluarga/wali sebagai syarat perpanjangan kontrak bagi PMI di luar negeri.
Keputusan itu diumumkan melalui Peraturan No. 5 tahun 2022.tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Perlindungan PMI Tentang Standar, Penandatanganan dan Verifikasi Perjanjian Kerja PMI. Penghapusan ini adalah kemenangan besar perjuangan PMI yang tak kenal lelah melawan ketidakadilan dan diskriminasi.Sejak dikeluarkan pada 10 Desember 2021 oleh KJRI-HK, JBMI secara cepat mengambil sikap menolak dan menggerakkan berbagai pihak untuk turut menolak. Aksi online dan offline, aksi petisi, penyataan sikap terbuka, berdialog dan menulis surat ke BP2MI, asosiasi agen dan memboikot undangan dialog KJRI-HK.Akan tetapi, ada masalah dalam aturan ini.
Pasal nomor 9 menyatakan bahwa perpanjangan kontrak yang dimaksud merujuk pada satu majikan. Lalu bagaimana dengan PMI yang berbeda majikan? Apakah berarti mereka harus melampirkan surat wali ketika mengurus kontrak? Hal ini perlu diluruskan oleh Bapak Beny Rhamdani selaku kepala BP2MI agar tidak dimaknai salah oleh berbagai pihak khususnya pejabat Konsulat/KDEI/Kedutaan diluar negeri.Persoalan lain adalah ancaman pemaksaan wajib jaminan sosial ketenagakerjaan (BPJS-TKI ) bagi seluruh calon dan PMI. Kebijakan ini merupakan implementasi dari UU PPMI NO.18/2017 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 7/2017 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
Melalui regulasi itu pemerintah mewajibkan buruh migran untuk mengikuti 4 program jaminan sosial yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT). JBMI menilai bahwa aturan ini hanya menambahi beban, menguras uang dan tidak terlalu bermanfaat bagi PMI.Misalnya di Taiwan, per 1 Mei 2022, para majikan yang mempekerjakan PRT diwajibkan membeli Asuransi Kecelakaan Kerja yang didalamnya mengcover jauh lebih lengkap dari BPJSTKI. Namun Pemerintah Indonesia melalui KDEI telah merekomendasikan BPJSTKI kepada Depnaker Taiwan untuk memaksa para PMI melalui majikan/agency agar membeli BPJS-TKI dengan biaya yang dibebankan kepada PMI itu sendiri. Padahal kenyataannya, majikan juga sudah membelikan asuransi lokal bagi pekerja migran dan BPJS-TKI tidak mempengaruhi proses pengurusan kontrak dan tidak dirasakan manfaatnya di Taiwan.
Pemerintah juga gagal menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan JBMI antara lain: apakah ada kerjasama antara BPJS-TKI dengan klinik-klinik dan kantor cabang di negara-negara penempatan dimana PMI bisa meminta reimbursement. Lebih dari itu, JBMI menilai bahwa BPJS-TKI harus bersifat sukarela dan tidak dipaksakan. JBMI menuntut BP2MI untuk menghapus BPJS-TKI sebagai syarat perpanjangan kontrak.JBMI menuntut kepada pemerintah agar melibatkan organisasi-organisasi PMI diluar dan dalam negeri dalam membuat peraturan bagi PMI. Sebab PMI adalah pihak yang paling merasakan dampak langsung dari aturan-aturan tersebut tutup Maryanti kepada perwakilan awak media criminalnews.net/ Panca (Maryanti Ketua Umum KMTH/Panca)